Kisah Rasulullah Lengkap
SEJARAH
RASULULLAH
MUHAMMAD
صلّ الله عليه وسلم


Lahir
Nabi Muhammad berasal dari suku
Quraisy. Beliau dilahirkan di mekkah 12 Rabiul Awal pada Tahun Gajah (53 SM).
Bertepatan pada 20 April 571M.
Ayahnya
adalah pedagang yang menjajahi dagangannya dari mekkah ke Syam. Beliau adalah
keturunan dari bani Hasyim yang sejak lama mendapat kepercayaan mendapat kunci
Ka’bah. Yang dimuliakan sejak zaman Nabi Ibrahim.
Abdul
Muthallib adalah ayah Abdullah yang sangat mencintai lebih dari saudara –
saudara yang lain. Dalam perjalanan pulang menuju negri Mekkah Abdullah
meninggal. Dan akhirnya beliau dikuburkan di Madinah.
Sejak
dilahirkan nabi Muhammad telah menjadi Yatim. Aminah ibunya Melahirkan Muhammad
tanpa kehadiran seorang suami yang dicintainya. Suaminya meninggal pada saat
Nabi Muhammad 2 bulan berada dalam kandungan. Sebagaimana tradisi di Hijaz,
selepas kelahirannya, Ibunya menyerahkan susuannya kepada Halimatus Sadiyah
dari Bani Saadah. Sejak kecil tanda -
tanda kenabian nabi Muhammad telah ditampakkan Allah. Pada masa
kecilnya, anak Halimatus Sadiyah sedang bermain dengan Nabi Muhammad di padang
pasir. Tiba – tiba saja nabi Muhammad menghilang, dan anaknya melihat bahwa
Nabi Muhammad dibelah dadanya oleh Malaikat dan dibersihkan hatinya. Setelah
pulang kerumah diceritakanlah apa yang terjadi pada Nabi Muhammad. Sadarlah
Halimatus Sadiyah bahwa ia telah mengasuh putra yang istimewa. Dan sadarlah ia,
bahwa hewan peliharaanya kambingnya berhasil dengan baik, memberikan susu dan
tubuhnya gemuk – gemuk. Tentulah, karna Allah memberikannya kenikmatan atas
pebuatan baiknya terhadap nabi.
Kemudian
setelah 4 tahun lamanya, Nabi Muhammad diserahkan kembali kepada ibunya. Pada usia 6 tahun (48SM), beliau
diajak berziarah ke kubur ayahnya dan berziarah keluarganya dari bani Adiy. Perjalanan
pulang ketika sampai di Abwa sebuah dusun yang berdekatan dengan Madinah,
ibunya sakit dan tidak lama kemudian dala perjalanan itu ibunya meninggal
dunia.
Akhirnya,
Nabi Muhammad menjadi yatim piatu di usia yang sangat kecil. Oleh karena itu
Abdul Muthallib, kakeknya menjadi pengasuhnya yang setia setelah ditingalkan
oleh kedua orang tuanya. Dalam masa – masa itu beliau menjadi pengembara
kambing milik kakeknya. Namun rupanya
usia Abdul Muthallib semakin tua dan mendekati ajalnya. Abdul Muthallib wafat
pada usianya 8 tahun (46SM), sebelum wafat beliau menyerahkan beliau kepada Abu
Thalib untuk diasuhnya sebagai anaknya sendiri. Abu Thalib menjadi pengasuh
setia bagi Nabi Muhammad. Diajaknya beliau berdagang ke Syam. Dilewatinya
berdagang yang telah dilewati ayahnya, dan menikmati perjalanan itu dengan
membuktikan cerita – cerita orang yang telah di dengar. Ditengah perjalanan ia
bertemu dengan seorang Rahib Buhaira
yang bernama Nastur. Melihat tanda tanda kenabian padanya, bahwa akan datang
suatu hari kelak para pedagang dari arah selatan akan membawa seorang anak yang
menjadi Nabi Akhir Zaman. Lalu ia berkata kepada Abu Thalib,
“Sesungguhnya
anak ini akan memiliki urusan besar.”
Pada
masa kecilnya, nabi juga mengembalakan kambing sebagaimana nabi – nabi
sebelumnya. Untu menempa dirinya melihat alam yang luas membentang, langit
terbuka dan alam sekitarnya. Untuk Ia renungkan sejak masa kecilnya.
Masa
Dewasa
Dari waktu
ke waktu akhirnya nabi Muhammad tumbuh menjadi pemuda dewasa. Beliau bekerja
kepada Khodijah binti Khuwailid seorang saudagar wanita terkaya di Mekkah.
Sebagai orang baru yang menjadi kepercayaan. Khodijah mengutus bersama beliau
Maysarah untuk menyertainya berjalan dagang itu. Beliau melewati perjalanan
dagang yang ke 2 menuju Syam. Dan apabila beliau telah selesaikan tugasnya,
dagangan beliau lau dengan keuntungan besar. Bahkan beliau menceritakan hal
Ihwalnya dalam perjalanan dagang bersamanya. Ia menceritakan bahwa apabila ia
berangkat di siang hari maka dilihatnya awan mengiringi perjalanan mereka dan
member keteduhan kepada mereka. Lama kelamaan, salutlah Khodijah dengan
kejujuran dan budi pekerti Nabi Muhammad yang saat itu berumur 25 tahun. Maka
dinyatakanlahn Khodijah keinginannya untuk meminta Nabi Muhammad menjadi suami
baginya. Sedangkan saat itu Khodijah berumur 40 tahun. Saat keinginan Khodijah
disampaikan padanya, beliau berkata tidak memiliki apa – apa untuk perkawinan.
Maysarah mengatakan bahwa Khodijah ingin menjadi suaminya. Maka akhirlah
menikahlah beliau dengan Khodijah dengan selisih umur yang sangat jauh
(28SM/595M).
Perkawinan beliau
membuahkan anak – anak : Qosim, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah. Yang
kesemuanya wafat kecuali hanya 1, yaitu Fatimah.
Pada Usia 35 Tahun
terjadilah kesepakatan bangsa Quraisy untuk membangun Ka’bah. Para bangsawan
Quraisy mulai mencari pengaruh dan berebut simpati dari masyarakat untuk
menjadi orang pertama yang meletakkan pembangunan itu. Tarik menarik
kepentingan itu telah membuahkan perselisihan antar suku yang akan memicu
peperangan antar suku – suku Arab yang menghormati Ka’bah itu. Dan
disepakatilah oleh suku – suku itu untuk membangun kesepakatan bersama
menyepakati yang akan meletakan batu pembangunan Ka’bah itu. Mereka sepakat
orang yang pertama kali masuk Masjid adalah orang yang berhak pertama kali
meletakan batu pertama pembangunan Ka’bah itu. Bila tiba saatnya, ternyata Nabi
Muhamad adalah orang pertama yang masuk ke dalam masjid itu. Sehingga secara
jujur dan adil diakui beliaulah yang berhal memimpin pembangunan itu. Bila tiba
saatnya, beliau memanggil kepala suku untuk menyaksikan pembangunan ini.
Diletakkan surban diatas tanah dan ditaruhnya Hajar Aswad ditengah – tengahnnya,
masing – masing kepala suku untuk memegang ujung surban itu untuk dibawa ke
Ka’bah. Lalu nabi Muhammad itu meletakkan Hajar Aswad itu ditempatnya. Dengan
demikian pupuslah permusuhan antar suku dengan kebijaksanaan Nabi Muhammad yang
sangat adil itu. Dan menjadi terkenal di tanah Hijaz dan mendapat gelar Al
Amien karna kejujuran dan kepandaiannya memegang Amanah.
Masa
Kenabian
Setelah kejadian
itu, bertahun –tahun berikutnya, Nabi Muhammad sering melakukan Tahannuts
(Menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah) di sebuah gua yang bernama Gua
Hira. Gua tersebut sangat sulit didaki sehingga jarang ada orang yang
mendakinya. Selama bertahun –tahun beliau bertahannuts di Gua itu. Sampai suatu
malam, pada waktu usianya 40 tahun. Datanglah Malaikat memberitahukannya bahwa
Allah telah mengangkatnya menjadi Rasul dan beliau mewahyukan kepadanya 5 Ayat
Al Qur’an yang pertama di Gua Hira itu.
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhamnmu yang telah menciptakanmu. Dia telah
menciptakanmu dari segumapal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Yang Mengajarkan Manusia dengan pena, mengajarkan manusia tentang apa yang
tidak diketahui.” (QS. Al Alaq 1 – 5)
Nabi
Muhammad sangat gugup menerima wahyu itu, dan berulang uang malaikat
memerintahkan kpadanya untuk membaca. Samapai akhirnya dieja bacaanya satu demi
satu. Hingga sempurna bacaan itu. Kemudian nabi Muhammad pulang kerumahnya.
Khodijah amat terkejut melihat suaminya menggigil dan badanya basah oleh peluh
keringatnya. Beliau memminnta Khodijah menyelimutinya. Dan tiba – tiba Malaikat
Jibril kembali datang kepadanya.
Diriwayatkan oleh Abi Salmah bin
Abdurahman bahwa rasulullah Bersabda: “Sesungguihnya aku berdiam diri di Gua
Hira. Maka ketika habis masa diamku. Aku melihat ke muka, kebelekang, ke kanan
dan kekiri. Lalu aku lihat kelangit tiba – tiba aku melihat Jibril yang amat
menakutkan. Maka kau pulang ke Khadijah. Khadijah memerinytahkan Khadijah untuk
menyelimuti aku, lalu Allah menurunkan:
“Wahai
Orang yang berselimut. Bangunlah lalu berilah peringatan. Dan perbuatan dosa
(menyembah berhala) tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud )
memperoleh balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al Muddatsir 74:1-6)
Ketika Waaqah bin Naufal mendengar
tentang kisah nabi, dengan wahyu yang turun padanya, Khodijah telah memapahnya
ia memegang dadanya, ia berkata : “ Ini
adalah namus yang diturunkan Allah pada Musa, semoga aku dapat hidup ketika
Kaummu mengusimu”,
Ia berkata:
“Mengusir mereka?”
Ia Berkata:
“Ya tak ada seorang pun yang
semissal dengan apa yang akan datang padamu kecuali dia akan disakiti. Apabila
aku tahu apa yang apa yang diperbuat oleh kaummu aku akan menolong engkau
dengan sekuat tenaga.”
Belum Sempat Waraqah menolongnya,
ia telah wafat terlebih dahulu. Sejak saat itu, maka Nabi Muhammad menyeru
kepada kaumnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan sesembahan berhala.
Beliau
mulai menyeu kepada Khodijah yang langsung beriman kepadanya. Kemudian Ali dari
golongan anak yang paling kecil, kemudian Abu Bakar dari golongan sahabatnya,
kemudian Zaid bin Haritsah dari kalangan budak. Dakwah Nabi etika itu masih
sembunyi - sembunyi dan tidak secara
terang – terangan. Sampai kaumnya berjumlah 40 orang yang kemudian disebut
sebagai Assaabiqunal Awwaluun, barulah Nabi Muhammad memulai dakwahnya secara
terang – terangan.
“Maka
sampaikanlah kepadamu secara terang – terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu), dan berpalinglah dari orang – orang yang Musyrik.” (QS. Al Hijr 15 :
94)
Dengan tersebarnya Islam, maka naik
pitamlah pembesar – pembesar Quraisy yang merasa tersaingi oleh Nabi Muhammad.
Bahkan paman – pamannya sendiri seperti Abu Jahal dan Abu Lahab adalah orang –
orang yang paling membencinya. Rasulullah mengajak kaumnya untuk beriman kepada
Allah yang Maha Esa, yang menciptakan langit dan bumi, yang mempertukarkan
siang dan malam, dan meninggalkan berhala – berhala mereka, dan tidak
menyekutukan Allah dengan apapun. Ketika diturunkan ayat:
“Dan
beilah peringatan kepada kerabat, kerabatmu yang dekat dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang – orang yang mengikutimu, yaitu orang – orang yang beriman. (QS.
As – Syuaraa 26 : 214-215 )
Rasulullah
kemudian datang ke bukit Shofa, beliau menyeru: “Kemarilah kalian, Hai
Quraisy!” orang – orang berkumpul dan ia berkata:
“Apakah kalian percaya apabila aku
katakana kepada kalian bahwa musuh akan menyerang kalian baik pagi ataupun
sore, apakah kalian percaya kepadaku?”
Mereka menjawab :
“Ya,
kami tidak pernah melihat anda berbohong?”
Beliau melanjutkan,
“Maka aku datang kepada kalian
menjadi pemberi peringatan kepada kalian akan datangnya siksa yang amat pedih.
Demi mendengar itu, amat berangnya Abu Lahab ia berkata:
“Celakalah engaku Muhammad!
Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?.”
Kemudian Nabi Muhammad mendapat
wahyu dari Malaikat Jibril untuk menyatakan kepadanya:
“Celakah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan celaka. Tidak akan berguna
hartanya dan apa yang dia perolehnya. Kelak dia akan masuk api yang bergejolak.
Dan (begitupula) Isterinya pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dari
sabut. (QS. Al Lahab 111 : 1-5)
Setelah
kejadian itu, maka kaum Muslimin semakin dipinggirkan, dan selalu dicaci maki,
dicemooh bahkan disiksa karna keyakinannya. Nabi Muhammad sendiri tidak
kurangnya dihina, bahkan dilempari kotoran binatang.
Tahun
Kesedihan
Siksaan
terus siksaan terus ditimpakan kepada kaum Muslimin. Sampai kepada suatu saat
kaum Muslimin sangat terdesak akibat shahifah diatas Ka’bah yang mengisolasi
Bani Hasyim dan kaum Muslimin. Sehingga memaksa kaum Muslimin untuk berhijrah
pertama kalinya ke Abissyna. Kekejaman kaum kafir Quraisy tidak sampai situ,
mereka terus melakukan peniksaan kepada kaum Muslimin sampai mereka mau murtad
dari imannya. Namun tetap saja ia bersabar dan bertahan menghadapi ujian –
ujian itu. Walaupun berat ujian yang dirasakan mereka, namun tiada surut jua
keyakinan yang telah terpatri. Allah menyelamatkan mereka dari penyembahan
berhala dari tuhan – tuhan mereka yang tidak member manfaat dan mudharat
sedikitpun. Mereka beriman kepada tuhan nabi Muhammad dan tuhan bapak bapaknya
Ismail dan Ibrahim As. Abu Thalib lah yang terus membela nabhi Muhammad dari
kecaman – kecaman dan ancaman orang Quraisy selama berdakwah di Mekkah. Dan
Istrinya, Khodijah, dialah saudagar kaya yang terus membela keberadaan kaum
yang beriman di Mekkah.
Dengan segala kemanpuannya,
Khodijah memberikan pertolongan kepada Bani Hasyim dan kaum Muslimin yang
diisolasi oleh Kaum Quraisy. Kaum Quraisy dilarang berdagang dengan itu benar 0
benar menyiksa kaum Muslimin. Kadijah, menjadi orang utama dalam membela
mereka. Namun sekuat apapun pertolongan Khodijah terhadap mereka, ia tidak dapat
menolak takdir, ajal pun semakin dekat kepadanya. Sehingga Khodijah wafat pada
tahun 10 kenabian (3SH/619M)
Betapa sedihnya, hati Rasulullah
atas wafatnya Khodijah, dialah istri yang sangat setia kepadanya di dalam
keadaan duka kecuali ia berada disampingnya. Tiada pula keluh kesahnya, ketika
beliau dicaci maki, dilempari kotoran, dihina orang – orang, kecuali ia datang
kepadanya untuk menghibur Rasulullah. Oleh sebab itu, sebagai manusia biasa,
kesedihan itu terasa pula menyentuh Qalbunya.
Sementara itu, berbagai upaya
dilakukan Quraisy untuk melunakan hati Nabi Muhammad. Abu Thalib diperintahkan
pemuka – pemuka Quraisy untuk menyampaikan pesan kepada Muhammad untuk
meninggalkan agamanya dan berhenti mengajak orang – orang untuk beriman kepada
Allah.
Mereka berjanji:
“Apabial ia menginginkan harta,
maka akan kami berikan hata yang banyak kepadanya, sehingga i8a meninggalkan
agamanya, apabila ia mengingikan jabatan, maka akan kami berikan kepadanya
jabatan yang tinggi diantara kaum Quraisy asal ia berhenti berdakwah dan jika
ia menginginkan seorang wanita maka akan kami berikan wanita tercantik dari
kaum Quraisy untuk dijadikan istrinya.”
Nabi Muhammad menyatakan
dengan tegas kepada pamannya:
“Demi Allah wahai Pamanku!
Seandainya mereka meletakan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku
agar aku meninggalkan perkara ini maka sama sekali tidak akan kulakukan! Sampai
aku hancur karenanya!”.
Abu
Thalib bin Abdul Muthallib adalah paman nabi yang amat dicintainya. Abu Thalib
selalu melindungin nabi setelah kakeknya wafat. Ketika ajal enjemputnya, pada
tahun yang sama dengan wafatnya Khadijah. Rasa kesedihan nabi terbaca dari raut
wajahnya. Ketika Abu Thalib dalam keadaan sekarat, Rasulullah menemuinya. Dan
disebelahnya (Abu Thalib) ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah.
Maka kata nabi:
“Pamanda,
ucapkalah Laa ilaaha Illallah karena dengan kalimat itu, kela aku akan meminta
keringanan bagi paman disisi Allah.
Abu Lahab dan Abdullah berkata:
“Abu
Lahab, Apakah engkau sudah tidak menyukai agama Abdul Muthallib?.”
Kedua orang itu terus berbicara
kepada Abu Thalib sehingga masing – masing mengatakan bahwa ia tetap memintakan
ampunan bagimu selama aku tidak dilarang berbuat demikian, maka turunlah ayat:
“Tidak
sepatutnya bagi nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi
yang musyrik. (QS At Taubah 9 : 113)
Isra
Miraj
Setelah
tahun – tahun itu nabi Muhammad mengalami kesedihan, sebagaimana seorang
manusia, kesedihan itu tamoak pada diri Rasulullah. Kemudian datanglah
peristiwa yang menghibur Rasulullah, pada tahun 12 kenabian Allah mengangkatnya
ke langit 7, sebagaimana diabadikan Al Qur’an dalam surah Al Isra’ ayat 1-2:
“Maha
suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqhsa untuk memperlihatkan tanda – tanda kebesaran kami.
Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha melihat. Dan telah kami berikan
kepada Musa sebuah kitab dan kami jadikan sebagai petunjuk bagi Bani Israil.”
Ayat tersebut menunjukan pertalian
nabi dengan nabi – nabi sebelumnya yang Allah utus ke bumi, sebagaimana telah
tertulis dalam Taurat dan Injil bahwa aka nada seorang nabi akhir zaman yang
menjadi penutup para nabi. Pada saat itulah, kesedihan beliau pupus dengan
peistiwa yang membesakan hati beliau. Tetapi bukan berarti cobaan yang
dihadapai nabi telah selesai. Bahan setelah kejadian itu kaum kafir Quraisy
semakin mengejek dan menghina nabi dengan menyetakan bahwa ia telah menjadi
pembohong dan pendongong. Bahkan ujian keimana itu telah menimpa pula pada
sebagina sahabat yang ragu terhadap perjalanan Isra Mi’raj nabi dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqhsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha. Saat itu Abu Jahal
yang masuk ke Ka’bah bertanya kepada nabi untuk mengejeknya:
“Apakah
malam tadi kabar baru kepadamu?”.
Maka rasulullah mengangkat
kepalanya dan menjawab:
“Ya
aku telah diperjalanankan dari Baitul Maqdis ke Syam.”
Maka berkatalah Abu Jahal
mengingkarinya:
“Bagaimana
mungkin, sedangkan pagi ini engkau ada disini.”
Nabi Muhammad menjawab dengan
Pasti:
“Ya”
Maka berteriaklah Abu Jahal kepada
kaum Quraisy layaknya oang gila, sedangkan nabi belum menyampaikan berita
tersebut kepada para sahabatnya. Maka berkumpulah orang – orang di Ka’bah dan
dihasutnya semua manusia untuk mendustai Nabi.
Maka bertanyalah salah seorang dari
kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah:
“Benarkah engkau
telah diperjalankan malam tadi Ya Rasululah?
Nabi Menjawab:
“Ya, dan aku sholat bersama saudara
– saudaraku para nabi disana”.
Maka berkembanglah pemberitaan yang
bercampur dengan hasutan Abu Jahal. Sehingga adapula bebepara kaum Muslimin
yang terbujuk hasutan mereka. Hanya abu bakar yang secara tulus dan berani
menyatakan
“Kenapa kalian jadi putus asa?...
Sesungguhnya aku percaya kepadanya lebih dari itu.. Aku percaya kepadanya dalam
kebaikan langit yang datang padanya siang maupun malam.”
Kemudian ia berkata dengan tegas.
“Kalau
itu yang dikatakannya, maka ia benar.”
Keberanian dan ketululusan Abu
Bakar inilah yang memperkuat sahabat sehingga tidak berarti lagi ejekan dan
hinaan kau Quraisy terhadap mereka. Dan Kaum Muslimin semakin kuat imannya dan
semakin lama semakin berkembang. Ada saja satu dua orang yang masuk Islam, sehingga menambah berang kaum
Quraisy. Siksaan demi siksaan terus dialami oleh orang yang beriman.
Masa
Hijrah
Akhirnya, kabar Islam semakin luas terdengar
sampai di Madinah. Suatu saat datanglah 1 orang Madinah kepada Nabi Muhammad
menyatakan diri masuk Islam dan mereka berbaiat kepadanya untuk setia dan menjalankan ajaran Islam sebaik –
baiknya. Terjadilah janji setia mereka dibawah pohon, mereka dibaiat yang
kemudian dikenal dengan Baiat Aqibah I.
Kemudian pada tahun berikutnya datanglah 70 orang Madinah yang terdiri dari laki – laki dan perempuan menyatakan
diri masuk Islam dan berbaiat kepadanya untuk setia dan menjalankan ajaran
Islam dengan baik dan benar, dan disebutlah peristiwa itu dengan Baiat Aqabah
II. Kaum kafir Quraisy pun semakin mengetatkan penyiksaan terhadap kaum
muslimin . Dan pada saat, siksaat itu semakin menjadi, Allah mengizinkan kepada
kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. Sementara Rasul masih tetap berada di
Mekkah.
Pada
hari sabtu, terjadi pertemuan di Darun Nadwah, yakni dirumah kusoi bin Kilab,
para kafir Quraisy merencanakan untuk membunuh nabi dan sepakat untuk
merahasiakan rencana tersebut. Mereka memerintahkan setiap suku untuk memukul
dengan pedangnya, sehingga suku Abdi Manaf tidak akan dapat meminta tanggung
jawab mereka, karena seluruh suku telah membunuhnya. Dan ditentukanlah saat
persengkongkolan kafir Quraisy untuk membunuh Nabi Muhammad setelah mendapat
wahyu dari Allah, Nabi kemudian memanggil Abu bakar untuk segera berangkat ke
Madinah sementara Ali bin Abi Thalib yang masih muda diperintahkannya untuk tidur
dikasurnya. Di saat malam keberangkatannya ke Madinah, semua pemuda – pemuda
yang tangguh dan kuat telah mengepung rumahnya untuk membunuh nabi Muhammad.
Nabi Muhammad kemudian keluar dari rumahnya dengan menaburkan pasir dan membaca
ayat – ayat Al Qur’an.
“Dan
kami adakan dihadapan mereka dinding dan adair belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka,
sehingga mereka tidak melihat sama sekali” (QS. Yasin 36 : 9).
Ketika mereka semua bangun, mereka
bertanya – tanya, mana dia? Mana dia? Kemudian mereka masuk kedalam mereka . Didatangi kamar tidur
beliau. Mereka menyangka bahwa Nabi Muhamma sedang tidur. Ketika disingkapnya
selimut itu, ternyata Ali bin Abi Thalib yang tidur di kasur itu. sadarlah
mereka bahwa Nabi Muhammad telah pergi hijrah. Nabi Muhammad bersama Abu Bakar
bernagkat ke Madinah, dan beliau berhenti di Gua Tsur dan menaiki bukit itu.
Kaum kafir Quraisy dijanjikan hadiah bagi siapa yang menemukan Nabi Muhamad dan sahabatnya. Mereka segera menyusuri jejak
– jejak yang dilewati Nabi dan Abu Bakar. Tidak kurang para ahli pesiar yang
sering berjalan di padang sahara ikut serat bersama mereka.
DI
DALAM GUA TSUR
Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa
Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan
bagi mereka berdua.
1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada
malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan
orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke
Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.
2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba
gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu
Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali
domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah
bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus
oleh jejak domba-domba itu.
3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang
dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA)
datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.
4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari
onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli
onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar
empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai
onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.
5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka
berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.
SURAQA
Ketika itu Quraisy mengadakan sayembara, barangsiapa
bisa menyerahkan Muhammad akan diberi hadiah seratus ekor unta. Mereka sangat
giat mencari Rasululloh Saw. Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga
orang sedang dalam perjalanan, mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa
orang sahabatnya. Suraqa b. Malik b. Ju’syum, salah seorang dari Quraisy, juga
ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin memperoleh hadiah
seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa itu bukan
Muhammad. Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke
arah yang disebutkan tadi seorang diri.
Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Muhammad
Saw hingga kudanya dua kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi
melihat bahwa ia sudah hampir kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena
rasanya Muhammad sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi
dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang
itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu
alamat buruk jika ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia
berhenti dan hanya memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara.
Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua
orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis
sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan
Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu
dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia
kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan
olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
SAMPAI DI MADINAH
Demikanlah akhirnya rombongan Rosululloh selamat
sampai Madinah. Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Madinah.
Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah
kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya.
Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka
lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang
selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang. Orang-orang terkemuka di
Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka.
Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau
(Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka
beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid
Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama
Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi,
sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA);
dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA),
‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah
kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab
(RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang
artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah
sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon,
jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam
takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke
Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah
karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).
Wafat
Sumber
: KISAH MUSLIM
Rasulullah
ﷺ kembali dari haji wada’ setelah Allah ﷻ menurunkan firman-Nya,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ.
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا. فَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.
“Apabila
telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk
agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
(QS:An-Nashr | Ayat: 1-3).
Setelah
itu, Rasulullah ﷺ mulai
mengucapkan kalimat dan melakukan sesuatu yang menyiratkan perpisahan. Beliau ﷺ bersabda pada haji wada’
لتأخذوا عني مناسككم لعلي لا ألقاكم بعد عامي
هذا
“Pelajarilah
dariku tata cara haji kalian, bisa jadi aku tidak berjumpa lagi dengan kalian
setelah tahun ini.” (HR. al-Bukhari, 4430).
Kemudian
di Madinah, beliau berziarah ke makam baqi’, mendoakan keluarganya. Juga
menziarahi dan mendoakan syuhada Perang Uhud. Beliau juga berkhotbah di hadapan
para sahabatnya, berucap pesan seorang yang hendak wafat kepada yang hidup.
Pada
akhir bulan Shafar tahun 11 H, Nabi ﷺ mulai mengeluhkan sakit kepala. Beliau merasakan sakit yang
berat. Sepanjang hari-hari sakitnya beliau banyak berwasiat, di antaranya:
Pertama:
Beliau ﷺ
mewasiatkan agar orang-orang musyrik dikeluarkan dari Jazirah Arab (HR.
al-Bukhari, Fathul Bari, 8/132 No. 4431).
Kedua:
Berpesan untuk berpegang teguh dengan Alquran.
Ketiga:
Pasukan Usamah bin Zaid hendaknya tetap diberangkatkan memerangi Romawi.
Keempat:
Berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar.
Kelima:
Berwasiat agar menjaga shalat dan berbuat baik kepada para budak.
Beliau ﷺ mengecam dan melaknat orang-orang Yahudi
yang menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid. Lalu beliau melarang kubur
beliau dijadikan berhala yang disembah.
Di antara
pesan beliau ﷺ
adalah agar orang-orang Yahudi dikeluarkan dari Jazirah Arab. Sebagaimana
termaktub dalam Musnad Imam Ahmad, 1/195.
Beliau ﷺ berpesan kepada umatnya tentang dunia.
Janganlah berlomba-lomba mengejar dunia. Agar dunia tidak membuat umatnya
binasa sebagaiman umat-umat sebelumnya binasa karena dunia.
Dalam
keadaan sakit berat, beliau tetap menjaga adab terhadap istri-istrinya, dan
adil terhadap mereka. Nabi ﷺ
meminta izin pada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah. Mereka pun
mengizinkannya.
Karena
sakit yang kian terasa berat, Nabi ﷺ memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami masyarakat. Abu Bakar
pun menjadi imam shalat selama beberapa hari di masa hidup Rasulullah ﷺ.
Sehari
sebelum wafat, beliau bersedekah beberapa dinar. Lalu bersabda,
لا نورث، ما تركناه صدقة
“Kami
(para nabi) tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.” (HR.
al-Bukhari dalam Fathul Bari, 12/8 No. 6730).
Pada hari
senin, bulan Rabiul Awal tahun 11 H, Nabi ﷺ wafat. Hari itu adalah waktu dhuha yang penuh kesedihan. Wafatnya
manusia sayyid anaknya Adam. Bumi kehilangan orang yang paling mulia yang
pernah menginjakkan kaki di atasnya.
Aisyah
bercerita, “Ketika kepala beliau terbaring, tidur di atas pahaku, beliau
pingsan. Kemudian (saat tersadar) mengarahkan pandangannya ke atas, seraya
berucap, ‘Allahumma ar-rafiq al-a’la’.” (HR. al-Bukhari
dalam Fathul Bari, 8/150 No. 4463).
Beliau
memilih perjumpaan dengan Allah ﷻ di akhirat. Beliau ﷺ wafat setelah menyempurnakan risalah dan menyampaikan amanah.
Berita di
pagi duka itu menyebar di antara para sahabat. Dunia terasa gelap bagi mereka.
mereka bersedih karena berpisah dengan al-Kholil al-Musthafa. Hati-hati mereka
bergoncang. Tak percaya bahwa kekasih mereka telah tiada. Hingga di antara
mereka menyanggahnya. Umar angkat bicara, “Rasulullah ﷺ tidak wafat. Beliau tidak akan pergi hingga
Allah memerangi orang-orang munafik.” (Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari, 8/146).
Abu Bakar
hadir, “Duduklah Umar”, perintah Abu Bakar pada Umar. Namun Umar menolak duduk.
Orang-orang mulai mengalihkan diri dari Umar menuju Abu Bakar. Kata Abu Bakar,
“Amma ba’du… siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad ﷺ, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang
menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian ia
membacakan firman Allah,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ
مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ
أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ
شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS:Ali Imran | Ayat: 144).
Mendengar
ayat yang dibacakan Abu Bakar, orang-orang seakan merasakan ayat itu baru turun
hari itu. Mereka begitu larut dalam kesedihan. Mereka merasakan kosong.
Bagaimana tidak, mereka ditinggal orang yang paling mereka cintai. Orang yang
mereka rindu untuk berjumpa setiap hari. Orang yang lebih mereka cintai dari
ayah, ibu, anak, dan semua manusia. Mereka lupa akan ayat itu. Dan mereka
diingatkan oleh Abu Bakar, seorang yang paling kuat hatinya di antara mereka.
Penulis
: Jaya Miko Yoga Pratama
Komentar